Pages

Ads 468x60px

Jumat, 25 Mei 2012

ban drag

Mau Pakai Ban Cacing? Monggo bro…

Ranah blogger lagi ramai membahas tentang ban cacing. Apa itu ban cacing? Lalu kenapa semua ribut soal ban cacing? Ukurannya di bawah standar ban yang sudah disediakan untuk tiap-tiap motor. Realitasnya adalah, ban ini awalnya memang digunakan untuk keperluan Drag Race. Bukan, ini bukan drag race ala moge, atau mobil sport. Tetapi, mungkin hanya di Indonesia, atau asia tenggara, ada motor drag race dengan spesifikasi bebek atau matic. Nah ban cacing ini digunakan karena profilnya yang tipis sehingga akan mengurangi unsur hambatan dari ban. Makanya bagi para dragster akan mencari ban setipis mungkin. Walaupun tidak setipis cintaku terhadap dirimu. *halah, galau style*.
Nah, awalnya digunakan di area terbatas, lambat laun, para remaja yang suka BAli alias balap liar ikutan meniru. Tadinya khusus untuk dipakai balapan liar. Tetapi kemudian, entah siapa yang memulai, terjadi trend penggunaaan ban cacing untuk penggunaan harian. Ada berbagai macam argumentasi oleh sang pemilik. “Kan lokasi kerjaan gue deket bang. Cuma 10 menit. Itu juga jalannya pelan-pelan.” ujar seorang pemuda, tetangga penulis, yang menggunakan ban tersebut untuk harian. Tapi toh realitasnya, makin banyak yang menggunakannya untuk perjalanan jauh (di atas 5 kilometer). Nah loh, kok berani? Yah tidak pikir panjang itu namanya. Potensi menyusahkan, bahkan mencelakakan.
Ban Cacing Lebih Pas Untuk Lomba Drag
Kenapa demikian? Yah sudah jelas, namanya perjalanan harian tidak seperti trek drag race yang lurus-lurus saja. Ada belokan ke kiri, ke kanan, bahkan kadang-kadang menghadapi speed bump, polisi yang suka tidur dan jalan berlubang. Nah untuk tipe jalan raya seperti ini, ban cacing rapuh dimakan usia, eh, maksudnya rapuh terhadap kecelakaan. Yah itu tadi, karena profilnya yang tipis, tidak dirancang untuk belokan dan hantaman di jalan. Tidak terhitung jumlahnya (bukan berarti ane gak bisa ngitung bro), kejadian yang penulis lihat, saat pengendara dengan motor ban cacing mengalami kecelakaan. Dari yang “beruntung” cuma jatuh, hingga ditabrak dari belakang. Pernah seorang remaja tanggung pecicilan gebar-geber gas dengan matic dan ban cacingnya. Eh 5 menit kemudian, dia ditemukan sudah terkapar di tengah jalan. Setelah ditelusuri, velg jari-jarinya bengkok dan bannya robet karena menghantam lubang kecil. ini baru lubang kecil bro. Lalu pernah juga melihat saat hujan-hujan, ketika sebuah matic (lagi-lagi matic) tergelincir saat di tikungan. Padahal kecepatan mungkin cuma 20-40 km/jam, doi tergelincir dan rider serta penumpangnya jatuh. Apes, basah, jatuh dan seperti biasa, menyusahkan orang lain. Untung, sekali, masih untung tidak ditabrak dari belakang.
Nah kenapa banyak yang benci dengan pengguna ban ini? Bukan sentimen atau karena gak sanggup beli. Ingat braders, jalanan itu milik rakyat. Gak ada lagi itu istilah motor aing kumaha aing. istilah itu cuma berlaku selama motor masih berada di belakang pagar rumah. Sudah seinci keluar dari rumah, yang ada hanya, Jalanan Milik Bersama. Berbagi, atau mati! (serem amat yak?).  Yang terjadi, dan ini kerap dialami oleh penulis juga, pengguna ban cacing ini cenderung seruntulan, potong jalur orang seenaknya dan kerap memaksakan manuver yang membahayakan orang lain. Penulis sendiri pernah, sekali mohon maaf, jangan ditiru, mengeplak kepala seorang pengguna motor matic (matic lagi dahhhhh) yang seenaknya memotong jalur dari kiri lalu ke kanan. Pas ditegur setelah mendapat keplakan ala Obelix, si abegeh cuma bilang, “Maaf bang, lagi buru-buru mau ujian kuliah.” (Seinget penulis, tidak ada acuan dari kampus manapun yang mengharuskan ngebut waktu ketika hendak ujian). Seorang rekan penulis bahkan sempat nyaris membakar motor seorang abegeh yang seenaknya menyentuh spion motornya hingga nyaris patah. Alasannya sederhana, “Kalau dia minta maaf aje, gue paham dah. Namanya juga Jakarta, udah biasa. Lah ini, seenak udelnya aje liwat. Kelakuaannya udah kayak jagoan. Giliran udah mau gue bakar motornya, nangis minta maaf. Dodol! (santai bro, ini bukan adegan di film “ranjau-ranjau cinta”).
Mau nunggu terjadi seperti ini? Janganlah bro...
Bagi penulis sendiri, lagi-lagi masalahnya ada di pemerintah, dalam hal ini regulator dan juga masyarakat kita yang mulai “sakit”. Kenapa demikian? Sederhana. Kalau memang penggunaan ban di bawah ukuran standar tidak diperbolehkan, monggo dilarang penjualannya. Khususkan penjualan item tersebut hanya di event balap. Artinya, produsen tidak boleh menjual ban tersebut untuk konsumsi publik. Tetapi masyarakat kita juga rada susah diatur, sudah keenakan semau gue. Sudah tahu itu berbahaya, sudah tahu itu tidak peruntukannya, masih juga dilanggar, masih juga digunakan. Sama saja seperti mentaati lampu lalu lintas. Sudah ada Timer masih saja tidak sabar.
Untuk ban cacing, silahkan gunakan, tapi hanya saat event drag race sajalah. Gak lebih, gak kurang (udah sore bro, harga kawan aja dah. :D ). Apalagi jika drag race sudah diorganisir secara apik, dan profesional, maka akan berdampat positif. Mudah-mudahan berkurang BaLi di tempat-tempat umum. Tetapi untuk penggunaan harian, yah coba dipikir kembali. Jangan menunggu kecelakaan, baru deh sadar. Mungkin, karena terinspirasi dengan event drag race, terbawa juga aura sembalap bagi pengguna ban cacing dan terjadilah kelakuan pecicilan. Ada perbedaan mendasar antara menggunakan ban cacing di trek sirkuit dan di jalan raya (umum). Jika di sirkuit, dijamin akan ada marshall, safety officer dan penonton yang antusias. Jika di jalan umum, dijamin banyak lubang, tingkah laku pasti pecicilan dan banyak pemotor yang antusias/gemas dengan perilaku tidak pada tempatnya. Dan untuk sekedar menegaskan, tulisan ini bukan kampanye dari produsen salah satu obat cacing.(hnr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar